Yogyakarta, 2008
"Lalu sekarang, apa yang akan Miss lakukan?" aku memandang dosen bahasa Inggris sekaligus salah satu teman terbaikku selama berada di kota perantauan.
"Apa yang bisa kulakukan?" pertanyaan buntu. Nampaknya memang tak ada yang bisa dilakukan dalam keadaan seperti itu.
Bagiku, hanya kekecewaan yang bersarang di hati saat mengetahuinya. Kecewa akan apa yang menimpa dosenku yang sangat baik ini. Kecewa pada oknum-oknum penyebab ini semua. Kecewa menerima kenyataan bahwa tak banyak yang bisa kuperbuat untuknya.
"Tapi Fa, paling tidak aku masih bisa bersyukur," bagian inilah yang paling kutunggu,"Bayangkan jika sekarang aku menjadi bagian dari mereka. Mungkin aku malah tidak pernah tahu."
*******
Sebaiknya kubuka saja apa yang sedang kubicarakan di sini. Adalah dosen bahasa Inggrisku di sebuah universitas Islam swasta yang pernah menjadi ladang tempatku menimba ilmu. Sebut saja Miss Jasmine. Dengan mengantongi ijasah sarjana sastra Inggris dari universitas negeri cukup ternama di kota yang sama, statusnya di universitasku saat itu belum menjadi dosen tetap. Dan langkahnya untuk menuju ke arah sana nyaris lengkap dengan ijasah Master of Art yang diperolehnya dari universitas negeri paling populer tak hanya di kota tersebut tapi juga di negeri ini.
Nyaris lengkap. Tepat beberapa bulan setelah gelar master dikantonginya, Miss Jasmine tak melewatkan peluang untuk menjemput mimpinya. Singkat cerita, setelah melewati beberapa tahapan tes tertulis untuk menjadi dosen tetap di sebuah universitas Islam negeri ternama, tinggallah dia dihadapkan pada seleksi terakhir. Miss Jasmine menjadi satu dari dua kandidat yang berhasil sampai di titik aman terakhir ini.
"Guys, aku minta do'a dari kalian untuk seleksi besok. Jika semuanya berjalan lancar, kita adakan syukuran, oke?" Miss Jasmine yang masih lajang dan berjiwa muda terlihat sangat ceria dan bersemangat seperti biasanya.
"Makan-makan Miss?" celetukku yang juga antusias pada kesempatan ditraktir. Dan Miss Jasmine tersenyum.
Sebagai seorang wanita, Miss Jasmine memiliki semangat yang berapi-api dan mampu menginspirasi siapa pun untuk malu pada kata menyerah atau sekedar bermalas-malasan. Dia tak hanya menjadi pengajar di satu tempat, tapi tiga tempat sekaligus dengan jam kerja melampaui batas maksimal jam kerja seseorang di negara manapun. Bayangkan saja, setiap hari (kecuali Minggu) dia memulai aktivitas mengajar dari jam tujuh pagi hingga jam sembilan malam dengan jeda waktu yang tidak seberapa. Hampir seperti buruh pabrik saja.
"Aku juga tak tahu kenapa ya Fa. Yang jelas, aku menikmati pekerjaanku. I mean, I meet different people with many kind of personalities, every day. It such challenges me." tuturnya suatu hari melalui sms ketika ditanya mengenai jam kerja rodinya.
Ah ya, kelanjutan cerita tadi. Akan kumulai lagi dengan pesan singkat Miss Jasmine di hari pengumuman akhir.
"Lucu Fa. Lucu banget. Kuceritakan besok di kelas ya."
Tadinya kupikir Miss Jasmine akan membawa berita baik yang diwarnai hal-hal lucu. Tapi kalimat pertama yang muncul dari mulutnya sebagai jawaban atas pertanyaanku sekaligus teman-temanku pagi itu adalah "aku gagal" dengan senyum yang masih mengembang, tanpa perubahan ekspresi yang berarti.
Ya, Miss Jasmine gagal menjadi dosen tetap di universitas Islam negeri itu. Nama yang muncul di pengumuman final adalah nama "rival" satu-satunya yang lolos ke tahap terakhir. Tapi cerita masih berlanjut, lebih tepatnya, bercabang ke belakang.
Ternyata, pada H-1 sebelum pengumuman, Miss Jasmine telah mendapatkan sesuatu yang tak seharusnya diberikan padanya. Sebagian besar karyawan hingga staf pengajar di universitas yang bersangkutan memberikan pengumuman tidak resmi. Miss Jasmine menerima begitu banyak ucapan dan jabat tangan dengan ekspresi "selamat bergabung". Bahkan salah seorang darinya memberi bocoran tentang calon meja pengajar yang akan ditempatinya. Tak pelak, Miss Jasmine pulang dengan sejuta angan dan kebahagiaan yang menggebu mengetahui salah satu mimpinya akan terwujud.
"Bisa kubayangkan ..." Miss Jasmine hanya mengedikkan mata menanggapi respon awalku.
Keesokan harinya, Miss Jasmine lagi-lagi harus menunda puncak kebahagiaan yang sebelumnya juga tertunda, karena pengumuman yang dijanjikan keluar pada pagi hari, tak kunjung muncul hingga malam hari. "Sampai di sini, aku mulai berpikir ada yang aneh."
"I see ..."
"Yah, kau bisa menerka yang mungkin terjadi hari berikutnya. Bukan namaku yang terpampang di pengumuman final."
"Pasti sangat mengejutkan," aku membayangkan jika aku ada di posisi itu.
"Belum pernah aku seterkejut itu," raut mukanya berubah sedikit,"Tapi itu hanya beberapa detik kok Fa. Aku tak mau emosi apalagi mencari kambing hitam. Jadi aku langsung saja mendatangi kantornya, sekaligus konfirmasi pada para 'pemberi ucapan selamat' hari sebelumnya. Aku hanya ingin bilang, jika itu sebuah lelucon, sangat tidak lucu."
"Lalu..?"
"I got silence. Nobody spoke up. They just showed their innocence. And I felt sad at that time," rona mukanya masih menunjukkan hanya sedikit perubahan, tapi tak pernah mengindikasikan akan meneteskan air mata atau sejenisnya,"Untung ada Lily. Dia cukup membantu dengan menawarkan bantuan meski aku sendiri tidak cukup yakin.
"Lily berjanji akan mengusut masalah ini. Jika perlu, dia akan meminta orang tuanya yang pejabat Departemen Agama turut menanganinya."
"Bukankah itu bagus?" tak bisa kupikirkan kata-kata lain.
"Masalahnya, aku tak yakin dengan kekuatan yang ada," aku diam tanda tak mengerti, "Hal ini sudah diangkat hingga ke tingkat rektorat Fa. Dan kau tahu, bahkan sang Rektor bungkam. Aku tak mau berburuk sangka, tapi aku yakin kau mengerti maksudku."
Sebenarnya tak perlu ada buruk sangka di sini. Ataupun sebuah kesimpulan. Yang bisa kumengerti di sini adalah, apa yang menimpa Miss Jasmine sebenarnya hal 'biasa'. Bisa dibilang, mungkin banyak kasus serupa yang menimpa orang lain di luaran sana. Gambaran tentang rumit dan kotornya birokrasi yang ada di Indonesia sudah cukup jamak sebenarnya. Yang tidak biasa adalah, menjadi bagian paling minor, paling dirugikan, dan paling tak berdaya di dalamnya. Dan itulah yang sedang dialami Miss Jasmine.
Ingin sekali kukatakan kalimat-kalimat tadi sebagai penghiburan kecil untuknya. Tapi bibir ini kelu justru karena Miss Jasmine sama sekali tak menangis atau sekedar menunjukkan kesedihannya. Dia kembali tampil di depan kelas seperti Miss Jasmine yang biasanya. Yang ceria, murah senyum, enerjik, dan mudah menularkan semangat pada orang lain. Aku tahu, aku mengerti benar, dia tak menyerah. Mungkin dia memang tidak melakukan apa-apa sebagai bentuk pembelaan atau upaya pembuktian. Tapi dia telah menang. Baginya, dan bagiku. Dia menang karena tak terjebak pada kekecewaan yang mendalam. Dia menang atas ketidakberdayaan yang tak mampu membuatnya menyerah atau merasa kalah. Dia menang karena bangkit walau habis jatuh tertimpa martil keras kemunafikkan.
*******
"Mmm.. mungkin seandainya aku tak pernah mendapat penyambutan tidak resmi itu, hal ini hanya akan kuanggap sebagai 'hasil yang belum sesuai harapan'."
"Dan tentunya tidak akan terlalu menyakitkan," kali ini sorot matanya mengguratkan kepedihan.
"Sebenarnya ini semua untuk ibuku," tambahnya sedikit berbisik.
Dan seandainya aku tidak berada di kelas saat itu, mungkin aku yang mewakili kesedihan Miss Jasmine dalam tangis.
(Berdasarkan kejadian nyata dengan nama tokoh disamarkan)
Sumber gambar:
http://orikomi.deviantart.com/art/dissapointed-angel-edited-109941238
7 komentar:
Memang butuh kesabaran hidup di negeri ini....
Walaupun Miss Jasmine ikhlas menerima kenyataan dan bersikap biasa saja, seharusnya ada seseorang yang mengusut kasus itu.
Karena kezaliman tidak boleh dibiarkan.
kadang kita minta pada Allah bunga tapi Dia memberi kaktus berduri
kita minta kupu2
tapi diberi ulat
kitapun sedih dan kecewa
namun kemudian kaktus berbunga indah
ulat pun jadi kupu2 cantik
inilah jalan Allah indah pada waktunya
Allah tdk memberi apa yang kita harapkan tapi dy memberi apa yang kita butuhkan
kadang kita sedih,kecewa,terliuka,berburuk sangka tapi jauh di atas sgalanya Dia sedang merajut yang terbaik dalam kehidupan kita
teruslah bergantung padaNya
bersandarlah hanya pada Allah
km udah pernah cerita ke aq masalah ini fa....
aq salut sama "Miss Jasmine"....
aq membayangkan,, seandainya orang2 yg bersaing dalam memperebutkan kursi pemerintahan kali ini memiliki sikap berjiwa besar kayak "Miss Jasmine" itu,, wah, betapa indahnya negeri ini ya... ^_^
@tegar:
jangankan kasus ini gar,,
kasus korupsi trilyunan rupiah yang merugikan puluhan juta jiwa penduduk indonesia aja bisa dilipat-lipat bak tisu toilet,,
mungkin terdengar skeptis, tapi bisa dibilang, ini kejahatan terstruktur si ya gar,,
setauku, kejahatan terstruktur harus dilawan dengan kebaikan terstruktur juga,, dan untuk mencapai sana, ibarat berjuang berdarah-darah,,
tapi bukan tidak mungkin,,
^_^
@anonim:
itulah cara kerja-Nya,,
kaya judul lagu,, "indah pada waktunya",, ^_^
@danang:
iya bener,,
padahal posisi dosenku bisa dibilang korban,, tapi bisa ikhlas,,
kenapa yang memang 'kalah', malah ngebet banget?? hehhee,,
Oh my...
God..
nonononono...
T_T...
God bless Miss Jasmine...
(hana)
Haha.. I just read this posting! Come on!! I'm totally over it now. Clear up inside out, guarantee!
I've seen the bigger picture, and I'm honored for the chance to be the direct witness of the dirty game. Besides, there's more to life than just pursuing a career, ain't it? ;)
Anyway, I'm still working there and meet "those people" quite often yet pretend as if nothing had happened. Everybody does. Ain't that how the game should be played?
Why not considering suing or loudly protesting?? Do you think it's worth doing? Is everything better off if I do?
I don't think it is. I may just appear as the bad guy here, though.. because.. even "those people" whom I trusted and believed to be clean are not even better. Silly. Hypocritical. They speak charming and elegant from the outside, but their hearts are rotten and severely ill. They simply don't know that they don't know. They are not aware that they are not aware. Besides, lightening a blinded soul is not my area of doing. It's under the authority of Allah the Almighty..
I just feel sorry for these people..
By this experience, hope we ourselves can be more careful and cautious about what we are doing because humans can easily fall into the deceitful trap of life.
But yes, I agree with all the comments here, everything is all by Allah. I see it positively. And the bottom line is:
What goes around comes around..
"These people" may escape the KPK and man-made court, but they surely will NOT escape the Ultimate Justice.
Case closed! ;)
Yang tragis bukan masalah gagalnya ya.. melainkan berita gembira sebelumnya itu...
Tapi nampaknya Miss Jasmine tabah dan tetap semangat. Aku yakin dia akan tetap mendapatkan jalan terbaik untuk karirnya. Wishing her the best of luck.
Karlina13
Posting Komentar