"Halo?"
Terdengar suara lembutmu dari balik telepon genggamku. Suaramu begitu dekat, begitu nyata. Mendayu namun tak berlebihan. Melambungkanku pada sebuah kotak usang di sudut kepala, kenangan.
Aku membiarkan waktu seolah mengambang di udara. Begitu banyak kata mutiara telah kubaca, begitu sering kusimak kalimat-kalimat cinta, tapi lidahku mengeras. Bibirku seperti merekat satu sama lain oleh lem alteko. Dan napasku terengah, tak beraturan. Aku mematung.
"Halo?"
Keterlaluan. Hingga detik ini, kubiarkan semua penghalang itu berkuasa. Aku bahkan tak sanggup memikirkan kalimat lain. "I love you", "Aku sayang kamu". Kalimat-kalimat itu menguap dalam diam.
Oh, seandainya kau tahu bagaimana hatiku meledak-ledak oleh cinta. Bagaimana otakku meleleh tanpa ampun karena panasnya cintaku yang membara. Aku bahkan tak bisa memikirkan perumpamaan yang lebih dahsyat lagi dari itu.
Tapi di sisi lain, ada keraguan dalam diriku. Bukan. Bukan aku meragukanmu. Aku justru sangat yakin cintamu padaku. Aku tak perlu merengek kata "cinta" yang tak pernah sekalipun kau ucapkan selama ini. Aku tahu cintamu tak berwujud kata "cinta". Karena cinta itu kurasa senantiasa. Sungguh, aku tidak pandai menggombal. Dan aku tak perlu membual padamu. Ini tentang cinta kita. Cintamu dan cintaku. Itulah yang kuragukan.
Adakah cintaku sudah sepadan dengan cintamu padaku? Ah, aku tak sanggup memikirkan bentuk-bentuk cintamu. Tak ada kata "cinta" di antara kita. Tapi ada cinta di antara kita. Itu kuyakin pasti. Begitupun kau. Iya kan? Tapi aku merasa kerdil. Di sini, dalam diamku ini, aku berusaha menandingi cintamu dengan kata "cinta" itu sendiri. Tadinya kupikir, kata "cinta" yang seolah tabu bagi kita, akan menisbatkanku sebagai pecinta sejati. Dan dengan begitu, aku patut berbangga hati karena telah mencintaimu sehebat yang aku bisa. Tapi, ah, kenapa selalu ada tapi. Benarkah itu?
Di sini, aku malu pada diriku sendiri. Apa yang kupikirkan? Di sana, kau menantiku. Menanti kalimat dariku. Rasulku akan marah padaku jika membiarkanmu mengulang sapaanmu hingga tiga kali. Sesaat sebelum kau rampung dengan "Halo"mu yang ketiga ...
"Hal ... "
"Selamat Hari Ibu, Mah ... "
"Iya. Sudah sholat?"
aku mencintaimu...
愛しています
I love you...
. . . أحبك
je t'aime
ich liebe dich
मैं आपसे प्यार करता
ik hou van jou
ti amo
te iubesc
我爱你
te amo
mama...
sumber gambar:
http://imagecache2.allposters.com/images/pic/CAMB/27194~A-Mom-is-Love-Posters.jpg
Aku membiarkan waktu seolah mengambang di udara. Begitu banyak kata mutiara telah kubaca, begitu sering kusimak kalimat-kalimat cinta, tapi lidahku mengeras. Bibirku seperti merekat satu sama lain oleh lem alteko. Dan napasku terengah, tak beraturan. Aku mematung.
"Halo?"
Keterlaluan. Hingga detik ini, kubiarkan semua penghalang itu berkuasa. Aku bahkan tak sanggup memikirkan kalimat lain. "I love you", "Aku sayang kamu". Kalimat-kalimat itu menguap dalam diam.
Oh, seandainya kau tahu bagaimana hatiku meledak-ledak oleh cinta. Bagaimana otakku meleleh tanpa ampun karena panasnya cintaku yang membara. Aku bahkan tak bisa memikirkan perumpamaan yang lebih dahsyat lagi dari itu.
Tapi di sisi lain, ada keraguan dalam diriku. Bukan. Bukan aku meragukanmu. Aku justru sangat yakin cintamu padaku. Aku tak perlu merengek kata "cinta" yang tak pernah sekalipun kau ucapkan selama ini. Aku tahu cintamu tak berwujud kata "cinta". Karena cinta itu kurasa senantiasa. Sungguh, aku tidak pandai menggombal. Dan aku tak perlu membual padamu. Ini tentang cinta kita. Cintamu dan cintaku. Itulah yang kuragukan.
Adakah cintaku sudah sepadan dengan cintamu padaku? Ah, aku tak sanggup memikirkan bentuk-bentuk cintamu. Tak ada kata "cinta" di antara kita. Tapi ada cinta di antara kita. Itu kuyakin pasti. Begitupun kau. Iya kan? Tapi aku merasa kerdil. Di sini, dalam diamku ini, aku berusaha menandingi cintamu dengan kata "cinta" itu sendiri. Tadinya kupikir, kata "cinta" yang seolah tabu bagi kita, akan menisbatkanku sebagai pecinta sejati. Dan dengan begitu, aku patut berbangga hati karena telah mencintaimu sehebat yang aku bisa. Tapi, ah, kenapa selalu ada tapi. Benarkah itu?
Di sini, aku malu pada diriku sendiri. Apa yang kupikirkan? Di sana, kau menantiku. Menanti kalimat dariku. Rasulku akan marah padaku jika membiarkanmu mengulang sapaanmu hingga tiga kali. Sesaat sebelum kau rampung dengan "Halo"mu yang ketiga ...
"Hal ... "
"Selamat Hari Ibu, Mah ... "
"Iya. Sudah sholat?"
aku mencintaimu...
愛しています
I love you...
. . . أحبك
je t'aime
ich liebe dich
मैं आपसे प्यार करता
ik hou van jou
ti amo
te iubesc
我爱你
te amo
mama...
sumber gambar:
http://imagecache2.allposters.com/images/pic/CAMB/27194~A-Mom-is-Love-Posters.jpg