September 29, 2008

Ramadan Memberi Makan Gelandangan London

By Republika Contributor
Selasa, 23 September 2008 pukul 16:23:00
Ramadan Memberi Makan Gelandangan London

Spirit Ramadan membuat pemuda Muslim Inggris berbagi kenikmatan Ramadan kepada para pengemis dan gelandangan London dengan memberi makanan berbuka (iftar) gratis.

"Selama Ramadan, kami para Muslim ikut merasakan sesaat bagaimana rasanya lapar," ujar Miqdad Asaria, pemilik ide iftar untuk para gelandangan, seperti yang dikutip oleh The Guardian.
"Saya kira, Kapan waktu yang lebih baik lagi untuk berbagi dengan mereka yang selalu kelaparan sepanjang tahun?"

Setiap hari Selasa, Asaria dan pemuda Muslim datang ke Lapangan Lincoln di London di mana banyak gelandangan pria dan wanita mendunggu pengunjung dermawan mereka. Begitu mereka tiba, para pemuda itu menyebar ke penjuru taman dengan berbagai macam minuman dan makanan untuk dibagi dengan mereka yang kurang beruntung.

Kemudian mereka melakukan sholat Maghrib di salah satu sudut taman, sementara kelompok yang lain menawarkan makanan hangat untuk para gelandangan non Muslim yang kelaparan.

Asaria, pemuda berusia 27 tahun, sekaligus ahli komputer itu percaya jika inisiatif tersebut membawa keuntungan ganda, membantu pemuda Muslim menjalin hubungan dengan komunitas lokal dan menciptakan kesadaran lebih besar.

"Saya ingin menyatakan jika Muslim tidak seharusnya hanya melihat keluar jika mereka berpikir tentang masalah--banyak masalah pula di dalam negara ini," papar Asaria. "Para Muslim yang berharap tidak mengenal satu sama lain, sehingga ini adalah media bersosialisasi pula bagi kita," imbuhnya.

Begitu Asaria mengadakan iftar gratis dua minggu lalu, ia pun membuat halaman di Facebook khusus untuk kegiatan inisiatif tersebut. Hanya dalam waktu seminggu, seratus pemuda Muslim bertanya bagaimana cara ikut berperan. Minggu berikut, pengunjung halaman Facebook telah mencapai lebih dari 150 Muslim.

Sebuah film dokumenter pendek juga dipasang pada YouTube dengan tujuan menyebarkan pesan itu. Ide tersebut menarik perhatian komunitas lain dengan restoran India. Mereka menanyakan kelompok Muslim itu kemungkinan membawa ide iftar lebih jauh

Asaria masih teringat pertama kali ia bersama tim mendatangi taman dengan makanan. "Para gelandangan itu lumayan terkejut. Mereka biasa mendapat makanan yang dilempar dari belakang van," tutur Asaria. "Tapi kami berniat berbagi, maka kami menjalin komunikasi dengan mereka yang makan bersama kami," kata Asaria menekankan.

"Ini adalah contoh yang menginspirasi dari nilai-nilai yang kami pegang dan menggunakan itu untuk menerima komunitas lebih luas," ujar Asaria lagi.

Inggris saat ini adalah rumah bagi sejumlah multi etnis Muslim sekitar 2 juta orang, terutama dari latar belakang Pakistan, Bengali, dan India./it


bahkan di negeri dimana muslim menjadi minoritas, semangat beramal (beribadah) tak begitu saja surut dan tak diembel-embeli hal-hal nista seperti popularitas atau menarik simpati ...

lalu bagaimana dengan negeri berpenduduk mayoritas islam dan berjumlah penduduk islam terbesar di dunia ini??

September 27, 2008

Laskar Pelangi



Mimpi ... adalah kunci
untuk kita menaklukan dunia
Berlarilah tanpa lelah
sampai engkau meraihnya

Laskar Pelangi ...
takkan terikat waktu
Bebaskan mimpimu di angkasa
Warnai bintang di jiwa

Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada yang kuasa
Cinta kita di dunia ... selamanya

Cinta kepada hidup
Memberikan senyuman abadi
Walau hidup kadang tak adil
Tapi cinta lengkapi kita ... hoo ...
oohh ...

Laskar Pelangi
Takkan terikat waktu
Jangan berhenti mewarnai
Jutaan mimpi di bumi

Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada yang kuasa
Cinta kita di dunia (2x)
selamanya ...

(Nidji-Laskar Pelangi)




tiada kata-kata untuk lagu itu
cukup senyum termanis yang bisa kuberi

tiada kata pula untuk film itu
cukup raut bahagia dan puas

tiada pula yang bisa kuucap untuk buku itu
cukup senyum termanis, raut bahagia, kepuasan yang membuncah, semangat yang membara, dan air mata yang luluh lantak dengan sendirinya ...

karya terbaik anak bangsa
di tengah pudarnya pesona pemuda ...

laskar pelangi

Intelektual Spanyol Nyaman Dengan Islam

By Republika Contributor
Jumat, 26 September 2008 pukul 14:17:00
Intelektual Spanyol Nyaman Dengan Islam

MADRID — Ribuan warga Spanyol terutama kaum intelektual, akademisi, dan aktivis anti globalisasi mengaku menemukan kenyamanan dan kedamaian di dalam Islam.

Penerimaan terhadap Islam meningkat terlepas dari kampanye kebencian media Barat," ujar Abdul Nour Barado, kepala Masyarakat Islam Catalonia seperti yang dikutip oleh IslamOnline.net.

Perkiraan menyatakan antara 3.000 hingga 4.000 warga Catalonoia memeluk Islam akhir-akhir ini. "Bisa jadi angka yang sesungguhnya lebih tinggi dari itu," ujar Barado.

Media lokal melaporkan, mereka mencatat jumlah cukup masif di kalangan intelektual, akademisi, dan aktivis anti globalisasi yang menjadi Muslim di Spanyol.

Catalonia pertama kali menerima Islam yaitu pada tahun 1960, saat itu jumlah Muslim masih sangat sedikit. Kini ribuan warga Catalonia percaya dan jumlah yang bergabung dengan Islam berlipat ganda.

Catalonia,propinsi otonom di Spanyol meliputi area seluas 31,950 km² dengan jumlah populasi resmi sebesar 6,3 juta. Ibu kota negara Barcelona, terletak dalam propinsi itu. Wilayah itu merupakan rumah bagi sekitar 10.000 imigran Maroko, terlebih secara geografis berdekatan dengan Maroko.

Negara Eropa selatan ini diperkirakan memiliki warga minoritas Muslim sekitar 1,5 juta dari populasi total sebesar 40 juta penduduk. Islam menjadi agama kedua setelah Nasrani dan telah diakui oleh undang-undang kebebasan beragama yang dikeluarkan pada 1967.

Bukan hanya Catalonia, lebih banyak warga Spanyol di Palencia, propinsi Utara--tepatnya di bagian utara komunitas otonom Castile dan Leen, juga banyak yang mengaku menemukan kedamaian dalam Islam.

"Sekitar 4.000 orang di Palencia menerima Islam setiap tahun," ujar Saed Al Ruttabi, kepala Dewan Islam Palencia. Ia mengatakan jika mereka sering kali mengawali dengan pencarian pribadi dan menemukan kesan mendalam sebelum berpindah ke Islam.

"Dan ketika mereka melakukan itu, mereka menemukan jika keimanan dalam Islam sangat berbeda dengan presepsi awal yang mereka miliki," ungkap Saed.

Saed juga menambahkan jika dari 150.000 Muslim di Palencia, hanya 90.000 yang memiliki latar belakang imigran. Ini mencerminkan trend global, tidak hanya di Spanyol, melainkan di seluruh Eropa dan juga Amerika Serikat.Namun jumlah muslim yang bertambah menciptakan 'masalah budaya' di negara Eropa Selatan itu.

"Muslim baru (muallaf) cenderung tidak mendatangi sholat jamaah di masjid mayoritas Imigran Muslim," ujar Barado merujuk pada perbedaan budaya. "Ini karena para muallaf mempercayai jika masjid semacam itu telah menjadi pusat masyarakat untuk Muslim Imigran," kata Barado lagi.

Sementara Mohamed Halhul, jurubicara Dewan Kebudayaan Islam Catalonia malah melihat sisi baik hal tersebut. "Perbedaan antara Muslim imigran dan muallaf adalah tanda positif dalam sebuah negara demokrasi," tekan Mohamed./it


foto : Para Muslim di Spanyol sedang sholat berjamaah.

September 24, 2008

Di Balik Tragedi "Zakat Berdarah", Siapa Bersalah??

Sebelumnya maaf, karena judul di atas pasti dianggap sangat basi. Tapi tak ada salahnya aku mengangkat kisah tersebut. Toh, masih suasana ramadhan.

Senin (15/9) tepatnya di Mushola Al Roudhatul Jannah Desa Purutrejo, Kelurahan Purworejo, Pasuruan terjadi fenomena "langka" yang "terduga". Sekitar 20-an orang (tidak jelas pastinya, ada yang bilang 21, ada juga yang bilang 23) meninggal karena berdesak-desakan. Penyebabnya bisa karena kehabisan napas, fisik lemah, terinjak-injak. Tapi bukan penyebab kematian biologis yang akan dibahas di sini.

Adalah seorang bernama H. Saikhon yang ingin membagikan hartanya kepada lima ribu fakir miskin di Desa Purutrejo, Pasuruan menyelenggarakan pembakian zakat senilai Rp30.000 per orang. Berita tersebut menyebar ke seantero desa melalui radio. Sementara pembagian uang dilaksanakan pada hari Senin, 15 September 2008. Tak ayal, pada hari H, mushola dipadati orang-orang yang mendeklarasikan dirinya sebagai fakir miskin. Saking banyaknya "fakir miskin" yang datang, dari kejauhan orang akan mengira sedang ada konser The Changcuters atau Dewi Persik di sana.

Keadaan memanas. Panitia penyelenggara cukup kewalahan meladeni para fakir dan miskin yang bejibun menengadahkan tangan mereka demi uang Rp30.000. Desak-desakan dan aksi saling mendorong pun tak dapat terhindarkan. Setelah beberapa saat keadaan makin emosional, puncak tragedi pun terjadi. Beberapa orang tumbang dalam pergulatan memperebutkan uang Rp30.000 dan tak tanggung, lebih dari dua puluh diantaranya tak tertolong, alias meninggal dunia.

...

Beberapa hari setelah kejadian itu mencuat ke publik, reaksi media sudah dapat ditebak. Hampir semua orang mengacungkan jari telunjuk ke pihak keluarga H. Saikhon sebagai orang yang bersalah dan menjadi penyebab kematian dua puluh orang lebih.

Aku sendiri hampir terbawa arus dan ikut men-judge H. Saikhon bertanggung jawab penuh atas kejadian tersebut. Hingga suatu hari di kelas, aku mendengar pendapat lain yang sangat bertolak belakang dengan khalayak tapi sangat masuk akal dan cerdas. Pernyataan itu kudengar dari dosen Pengantar Ilmu Hubungan Internasional-ku di kampus, Pak Bambang. Aku pribadi cenderung mengamini beberapa pernyataan beliau tapi memberi sedikit pemikiran sebagai berikut.

Bagiku, justru yang dipertanyakan adalah 'mengapa ada sebanyak itu orang yang datang untuk mendapatkan uang Rp30.000??' atau 'benarkah sebanyak itu golongan fakir dan miskin di daerah tersebut? atau lebih banyak yang ingin disebut sebagai fakir atau miskin? Jika ya, kenapa sandangan fakir atau miskin sangat membanggakan dan prestisius bagi mereka hingga uang yang tak seberapa itu diperebutkan bahkan dengan bertaruh nyawa?

Negara ini adalah negara paling aneh di dunia. Ketika ada orang berbuat baik dan mulia, justru sandangan 'tersangka' yang diembannya. Nista sekali, berbagi dengan sesama malah terancam penjara dengan tuduhan penyebab kematian. Apa pantas, seorang yang membagikan harta kekayaan yang telah sampai nisab kepada (seharusnya) fakir miskin yang memang berhak atasnya, justru dituding membunuh?

Apa ada yang berani menjamin, semua orang yang datang pada waktu itu memang benar-benar dari golongan fakir atau miskin? Entah kenapa saya yakin, banyak dari mereka yang hanya ingin dianggap fakir atau miskin. Masalahnya, mengapa mereka justru ingin dianggap fakir atau miskin?

Mental. Lagi-lagi problematika negara kita adalah mental. Saya yakin, negara sekaya Indonesia (hasil alamnya), seharusnya berpenduduk kaya pula. Tapi kebanyakan dari mereka malas untuk bekerja, malas berusaha, malas berbuat sesuatu untuk hidup mereka sendiri. Kenapa?

Exactly! Sebut saja BLT. Masyarakat kita, yang 'pemalas', justru dibiasakan menjadi malas dan lebih malas lagi dengan kebijakan pemerintah yang katanya 'mengentaskan kemiskinan', melalui BLT itu tadi. Betapa masyarakat kita dibuat senang sekali mendapat uang ratusan ribu rupiah tanpa melakukan apapun. Cukup mengantri. Dalam hal ini aku menyalahkan pemerintah.

Tapi di sisi lain, kita perlu menghargai kebijakan pemerintah yang bertekad memberikan bantuan secara langsung kepada warganya meskipun caranya kurang mendidik. Toh, di beberapa negara maju di Eropa, kebijakan seperti itu pun dilaksanakan oleh pemerintahnya. Bedanya, ketika bantuan tersebut dikucurkan langsung, hampir bisa dihitung dengan jari jumlah peminatnya. Dengan kata lain, sedikit sekali orang yang merasa berada dalam golongan fakir atau miskin. Atau kebanyakan dari mereka tidak sudi digolongkan menjadi fakir atau miskin. Mereka merasa diremehkan dengan diberi uang makan atau uang keperluan sehari-hari yang hanya dalam beberapa kali atau mungkin sekali pakai langsung habis. Tak ayal, jumlah pengangguran otomatis sangat sedikit. Karena tak ada yang mau menganggur, dianggap tidak mampu, dan diberi uang cuma-cuma oleh pemerintah. Berbeda sekali dengan masyarakat kita yang begitu gembira mendapat bantuan langsung berupa uang yang secara otomatis dianggap tidak mampu oleh pemerintah. Mental. Lagi-lagi... Dan dalam hal ini, masyarakat pantas disalahkan.

Lalu bagaimana dengan keluarga H. Saikhon?Apa mereka lepas dari tanggung jawab sama sekali? Tentu tidak. Karena H. Saikhon dan keluarga lah yang secara langsung terlibat dalam kejadian tersebut. Mungkin benar tuduhan dari banyak kalangan yang menuntut pertanggungjawaban H. Saikhon dan keluarga sebagai penyelenggara acara bagi-bagi zakat. Mereka dianggap kurang persiapan dan kurang koordinasi dengan beberapa pihak. Mereka kurang persiapan menerima banyaknya warga yang mungkin akan datang, mereka juga kurang koordinasi dengan pihak keamanan setempat. Bahkan sebagian kalangan menganggap keluarga H. Saikhon berbuat riya' dengan mengumumkan pembagian zakat melalui radio. Ada juga yang menyalahkan langkah membagikan langsung padahal ada badan penyalur zakat. Penyelenggara pun turut andil dalam tragedi tersebut.

...

Lalu siapa bersalah?

Aku, dengan segala kekuranganku berpendapat, pemerintah bertanggung jawab atas kebijakan kurang mendidik dan segala pembiasaan yang sudah terjadi di negeri ini hingga menciptakan insan-insan malas dan bangga disebut miskin.

Aku, dengan segala kerendahan hati berpikiran, masyarakat Indonesia masih sangat butuh pendidikan. Pendidikan yang sesungguhnya. Pendidikan yang mencerdaskan bangsa. Karena keadaan masyarakat kita sangat memprihatinkan. Aku sangat menyesalkan keadaan masyarakat kita.

Aku, dengan segala kelemahan yang kumiliki, justru memberi sedikit penghargaan pada H. Saikhon dan keluarga. Aku tidak mau menyalahkan beliau sepenuhnya karena tidak menggunakan jasa badan amil zakat. Mengingat banyaknya kasus penyelewengan yang terjadi dalam badan amil di Indonesia. Bahkan yang kudengar, sulit sekali mendapatkan badan amil yang benar-benar bersih dan dapat dipercaya. Lagipula, aku dapat memahami pilihan H. Saikhon dan keluarga membagikan zakat secara langsung. Bagaimanapun, suasana berbagi sangat terasa ketika kita secara langsung memberikannya pada si penerima, melihat wujud si penerima, dan menyaksikan senyum bahagianya saat menerima pemberian dari kita. It's all about... kepuasan batin.

Akhirnya, dengan segala kekurangn, kerendahan hati, dan kelemahan yang kumiliki, aku pikir, sudah saatnya masyarakat Indonesia bercermin dan belajar. Terus dan terus belajar. Kejadian di Pasuruan semestinya mengingatkan kita semua betapa negeri kita masih memiliki begitu banyak problem. Salah satunya adalah mental.

Haruskah kita selamanya menjadi negeri yang meminta-minta, atau bangga mendapatkan pemberian orang tanpa berkeinginan memberi, atau menjadi negeri yang tidak tahu diri dengan memojokkan posisi orang-orang yang berbaik hati memberi sesama?

September 17, 2008

peti kehidupan


Hidup memang penuh misteri. Begitu banyak cerita yang tersembunyi di dalamnya. Suka, duka, tawa, tragis, sadis, mistis. Tak seorang pun tahu apa yang disembunyikan dalam sebuah kantung tebal kehidupan. Kecuali mereka mendekat, mengamati bentuknya, meraba apa yang terasa, mendengar sedikit saja suara, bahkan membukanya. Dan tebak apa yang kau temukan? Sebuah bungkusan. Bungkusan tebal yang menutupi rapat apa yang ada di dalamnya. Kau ulangi lagi apa yang kau lakukan di awa. Hingga kau menemukan kemasan kain, ladi diulang, kau temukan kertas tebal membalut, lagi, dan lagi. hingga tersisa plastik tipis yang transparan. Yah, kau sudah menemukannya. Benda yang ingin sekali kau ketahui saat pertama melihat kantung tebal besar itu. Benda yang jelas nampak sekarang, tapi lagi-lagi sangat tertutup. Sebuah peti tua, keras, usang, dan terkunci rapat.

Bukan sia-sia usaha kita. Tidak percuma kita membuka semua bungkusan itu. Karena setidaknya, kita menyadari peti itu bukan milik kita. Dan hanya si Pemegang kuncilah yang berhak dan dapat membuka peti itu.

Jadi, berapa banyak peti serupa di dunia ini? Sebanyak manusia mau mencari, menggali, mengeruk, dan menyelam. Karena setiap manusia sebenarnya memilki satu. Satu yang sangat mempengaruhi tiap detil gerakan dalam kehidupan mereka, satu yang sangat besar kendali bagi dunia mereka, tapi satu yang jarang mereka perhatikan dan hanya ditelantarkan begitu saja. Hati nurani.

Peti berharga yang nilainya melebihi peti yang terbuat dari emas murni dan menyimpan jutaan butir intan, permata, dan berlian. Peti yang terkunci rapat tanpa celah, kecuali bagi si Pemilik kunci peti itu. Peti yang sesungguhnya selama ini manusia cari melalui berbagai kedok pencarian jati diri. Kunci yang hanya pemiliknya yang tahu apa yang ada di dalamnya, tapi dia sendiri tak pernah menyadari keberadaannya dan tidak memahami apa makna kepemilikan peti itu. Peti kehidupannya.

Begitu banyak cerita, permasalahan, konflik batin, dan sederet sandiwara yang ada di dunia ini. Sejuta manusia, maka sejuta permasalahan yang ada. Sejuta konflik, sejuta cerita, sejuta jiwa yang merana. Tapi masing-masing manusia hanya akan mengutak-atik apa yang mereka hadapi. Merasa masalahnya yang paling berat. Merasa dia adalah orang paling menderita dengan masalah yang dia hadapi. Merasa dunia ini sebagai panggung sandiwara yang memerankan dirinya sebagai tokoh utama dengan jutaan peran pendukung di sekitarnya. Dan itulah yang dirasakan semua orang. Maka akan ada sejuta tokoh utama dalam sejuta drama.

lagu rindu

bintang malam katakan padanya
aku ingin melukis sinarmu di hatinya
embun pagi katakan padanya
biar kudekap erat waktu dingin membelenggunya

...

tahukah engkau wahai langit
aku ingin bertemu membelai wajahnya
kan kupasang hiasan angkasa yang terindah
hanya untuk dirinya

...

lagu rindu ini kuciptakan
hanya untuk bidadari hatiku tercinta
walau hanya nada sederhana
ijinkan kuungkap segenap rasa dan kerinduan

(lagu rindu-kerispatih)


(dipost-kan dengan penuh penghayatan sambil menyanyikannya... he...)

September 16, 2008

Belajar dari Alam


Burung-burung serwiti beterbangan di udara bebas. Menanjak, berbelok, cepat, sesekali santai, menukik, naik lagi, melayang-layang... Gerakannya sangat luwes dan bebas. Terbang memang menjadi spesialisasinya sebagai makhluk hidup.

Aku membayangkan saat pertama kali Orville Wright dan Wilbur Wright mencetuskan ide manusia untuk terbang, pasti burunglah inspirasinya. Lalu dengan segala kelebihan yang dimiliki manusia (akal-red), jadilah pesawat terbang yang dapat membawa manusia terbang mengelilingi bumi.

Saat sedang asyik menikmati pertunjukkan sekumpulan serwiti yang beterbangan di udara, mataku menangkap di kejauhan sosok yang mirip dengan makhluk hidup-makhluk hidup di hadapanku. Sosok itu terbang lurus menuju ke satu arah. Datar, tanpa gaya atau variasi seperti yang sedang diperagakan para penari udara ini. Sosok itu tak lain adalah pesawat. Makhluk tak hidup ciptaan manusia.

Dari gambaran tadi, nyata sekali perbedaan antara makhluk ciptaan-Nya dengan ciptaan manusia. Biarpun manusia memiliki akal pikiran yang sangat potensial untuk mempelajari banyak hal di alam semesta, dan dengannnya dapat menggagas ide-ide cemerlang nan agung sekalipun, di atas itu semua, ada Dia yang Maha Pandai, Maha Agung. Dialah pencipta burung. Dia pulalah pencipta manusia beserta akal pikirannya.

Tidak ada yang salah dengan penciptaan pesawat terbang yang terinspirasi (baca:meniru) cara kerja burung. Karena memang akal diberikan kepada untuk memecahkan berbagai persoalan hidup dan untuk mempermudah urusan dunia. Pesawat terbang memperpendek jarak antar kota, antar wilayah, antar negara, antar pulau, bahkan antar benua.

Alam semesta memang maha guru kehidupan manusia. Maka tidak berlebihan jika penulis katakan manusia harus belajar dari alam.

Bukankah kembaran Wright belajar dari burung untuk bisa menerbangkan pesawat rancangan mereka sendiri Flyer pada tahun 1903 di Amerika Serikat? Bukankah Isaac Newton belajar dari buah apel yang jatuh untuk merumuskan tentang gravitasi?

Maka tak ada lagi tempat bagi manusia-manusia sombong yang merasa cukup bahkan berlebih dengan ilmu yang didapatkannya semasa di bangku sekolah atau perguruan tertinggi sekalipun. Sementara untuk menyadari hal-hal kecil yang terjadi di sekitarnya, bukan menjadi sesuatu yang berarti bagi mereka. Padahal manusia terbentuk dari senyawa mikroskopik.
Belajarlah dari alam...