Oktober 26, 2008

Pelajaran Penting Krisis Keuangan Global


Tahun 2008 menjadi tahun penting bagi dunia, karena terjadi krisis keuangan global. Sebenarnya hal tersebut tidak terlalu mengherankan, karena krisis serupa sudah berulang kali terjadi sebelumnya. Ambruknya bursa saham Wallstreet pada tahun 1929 yang disusul oleh resesi atau mandegnya ekonomi yang berkepanjangan di tahun 1930, Black Monday tahun 1987, krisis keuangan tahun 1997 di regional Asia, hingga sekarang krisis keuangan global 2008.

Dunia gempar. Prinsip dilanggar sedemikian rupa. Bush menggelontorkan ratusan milyar hingga trilyunan dollar AS. Negara-negara Eropa pun mengikuti langkah serupa. Bagaimana lagi? Invisible Hand tidak kunjung muncul. Pemerintah pun turun tangan menyelamatkan institusi keuangan yang dikhawatirkan collapse. Khawatir bernasib seperti Lehmann Brothers.

Suara-suara menuding dan mencela pun hampir seperti dengungan lebah. Hampir semua orang tergoda untuk mengangkat cerita lama perseteruan sosialisme dan kapitalisme. "Hancur sudah kapitalisme, apa kubilang?" , "Saatnya sosialisme bangkit kembali! Lihat saja nanti!" , "Eh, tunggu dulu. Apa kalian tidak melihat sistem yang lebih baik ini. Ini saatnya sistem syari'ah. Pasti!" ...

Terlepas dari sistem apa akan hancur, apa akan menggantikan, apa akan muncul, bukan itu masalah sebenarnya. Seperti yang sudah-sudah, ketika dunia terlalu sibuk memikirkan jalan instan dengan menunjuk sistem baru menguasai dunia, kelak, tak ada yang menjamin kehancuran serupa tak akan terjadi. Sejarah membuktikan itu. Sosialisme maupun kapitalisme. Saling bergantian mendominasi perekonomian dunia. Sistem syari'ah yang disebut-sebut sebagai jalan terakhir pun, tak serta merta dapat diterapkan di dunia yang sudah terlanjur kapitalis ini.

Indonesia sebagai negara dunia ketiga yang tak bisa jauh-jauh dari pengaruh perekonomian global, termasuk menjadi negara yang sangat rawan krisis di dalam negeri sebagai dampak dari krisis di Amerika. Tapi kenapa?

Ketika SMP dulu, aku diberi tahu bahwa sistem ekonomi Indonesia bukanlah kapitalisme atau sosialisme, tapi sistem ekonomi pancasila. Saat itu, nama itu tak berarti banyak di otakku. Yang kutahu, sistem ekonomi pancasila lebih mengedepankan peran rakyat menengah ke bawah melalui koperasi.

Sekarang, sepertinya Indonesia harus mulai berrefleksi. Melihat kembali bagaimana rupa sebenarnya perekonomian dalam negeri. Benarkah ekonomi pancasila telah benar-benar diterapkan di Indonesia? Atau seperti sudah dapat ditebak, kapitalisme masih menjadi jiwa perekonomian Indonesia?

Jawabannya jelas. Indonesia masih sangat kapitalis. Jika diibaratkan dalam bentuk, keadaan Indonesia seperti segitiga menguncup ke atas (seperti gunung). Bagian paling atas, yaitu kaum elite dan super kaya yang berkuasa meski jumlahnya sangat sedikit. Sementara paling bawah, adalah rakyat miskin yang menopang sekaligus terinjak-injak, berjumlah paling banyak. Sangat kapitalis.

Padahal jika melihat kembali gagasan ekonomi pancasila, bantuk Indonesia seharusnya belah ketupat. Dimana golongan menengah menjadi penyeimbang antara si kaya dan si miskin sekaligus menjadi sumber utama pundi-pundi negara.

Bagaimana dengan sistem ekonomi syari'ah? Bukankah sistem tersebut sangat baik karena mengambil yang baik dari kapitalisme dan sosialisme? Lebih daripada itu, sistem inilah yang dianjurkan oleh agama?

Aku teringat kata-kata seorang sahabat dengan pemikiran cerdasnya. Memang benar, seharusnya kita menjadikan sistem syari'ah sebagai basic value. Tidak serta merta menjadikannya sistem nasional secara fisik.

Indonesia harusnya menjadikan krisis keuangan global sebagai pengingat kalau perlu penampar kesadaran bangsa. Indonesia belum selesai. Sistem ekonomi pancasila haruslah menemukan bentuk dan jati dirinya. Sistem ekonomi syari'ah haruslah menjadi basic value dalam tubuh negara ini.

*******

Aku bukanlah ekonom yang paham betul kondisi perekonomian Indonesia apalagi dunia.
Aku bukanlah pengamat ekonomi yang bisa merumuskan masalah dan mencari jalan keluarnya.
Aku hanya manusia biasa yang mencoba bersuara melalui tulisan sederhana ini.
Mohon pembaca yang tidak setuju atau merasa tulisan ini dipenuhi kekurangan meninggalkan sesuatu untuk kita perbincangkan bersama.


Salam hangat,
Jan Phaiz

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Menurutku kapitalisme ga hanya merebak di sistem ekonomi Indonesia aja..

Kalo kita mau liat lebih jauh, malah masalahnya jadi kompleks..

Pemerintahan ngapain mikirin kaya gini, "Ngapain??!!Politik lebih menguntungkan bung!!"

Setya Nurul Faizin mengatakan...

@widhian:
yaa,,memang tidak ada masalah yang tidak rumit,,
justru menjadi masalah karena rumit,,
dan kerumitan bukan untuk disaksikan atau malah ditinggalkan,,
melainkan untuk diurai agar sampai pada bentuk sederhana,,
yang berarti tak lagi rumit,,
alias tak lagi menjadi masalah,,

tugas mengurainya itu yang tak semudah menyisir rambut,,
makanya pemerintah sampai bilang "...politik lebih menguntungkan bung!!"
hehhehee,,
;p